PameoNews.com - Administrasi daerah memiliki peran vital dalam memastikan pelayanan publik yang efektif dan pemberdayaan masyarakat berjalan optimal. Namun, di Kota Padang, berbagai permasalahan muncul akibat belum maksimalnya fungsi administrasi di tingkat nagari, kecamatan, kelurahan, koperasi, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dampak dari persoalan ini tak hanya mengganggu pelayanan publik, tetapi juga menimbulkan tantangan dalam menjaga harmoni sosial yang berakar pada nilai-nilai budaya Minangkabau.

Persoalan yang Muncul Akibat Administrasi yang Lemah

Berbagai masalah di Kota Padang menunjukkan lemahnya pengelolaan administrasi daerah, di antaranya:

  1. Ketidaktepatan Penyaluran Bantuan Sosial
    Banyak bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. Kasus di Padang menunjukkan bantuan diberikan kepada pihak yang tidak membutuhkan, sementara masyarakat miskin justru tidak menerimanya. Hal ini menciptakan rasa ketidakadilan dan merusak semangat kebersamaan.
  2. Koperasi Tidak Berfungsi Optimal
    Koperasi di tingkat nagari dan kecamatan kerap gagal menjalankan peran sebagai pemberdaya ekonomi masyarakat. Minimnya transparansi dan buruknya manajemen membuat koperasi tidak mampu memberikan manfaat maksimal bagi anggotanya.
  3. Kurangnya Pemberdayaan oleh LSM
    Program-program pemberdayaan masyarakat oleh LSM sering kali tidak relevan karena lemahnya koordinasi dengan pemerintah daerah. Akibatnya, inisiatif yang dijalankan tidak menjawab kebutuhan masyarakat setempat.
  4. Konflik Lahan di Tingkat Nagari
    Ketidakjelasan administrasi tanah memicu konflik antarwarga. Sengketa tanah di beberapa wilayah Padang terjadi karena dokumen yang tidak lengkap atau tumpang tindih.
  5. Minimnya Pelayanan Publik di Kelurahan
    Layanan administrasi yang lambat, seperti pengurusan dokumen kependudukan, membuat masyarakat kecewa dan mengurangi kepercayaan terhadap pemerintah.

Dampak pada Budaya Lokal Minangkabau

Ketidakmaksimalan administrasi daerah berdampak pada budaya Minangkabau yang menonjolkan musyawarah dan gotong royong. Beberapa dampak tersebut meliputi:

  • Pudarnya Nilai Kebersamaan
    Kesalahan dalam penyaluran bantuan sosial dan konflik lahan merusak rasa solidaritas, yang menjadi inti budaya Minangkabau.
  • Melemahnya Kepercayaan terhadap Pemerintah dan Lembaga Lokal
    Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap lembaga adat dan pemerintah, yang seharusnya menjadi penjaga keteraturan dan keharmonisan sosial.
  • Kerusakan Relasi Antarwarga
    Sengketa tanah dan masalah lainnya menyebabkan keretakan hubungan antarwarga, bertentangan dengan prinsip adat Minangkabau "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah."

Solusi Berbasis Kebudayaan

Untuk mengatasi persoalan ini, perlu langkah-langkah konkret yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal, antara lain:

  1. Penguatan Musyawarah di Tingkat Nagari
    Melibatkan tokoh adat dan masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas.
  2. Peningkatan Kapasitas SDM Administrasi
    Memberikan pelatihan kepada aparat di nagari, kecamatan, dan kelurahan guna meningkatkan profesionalisme dan efisiensi pelayanan publik.
  3. Revitalisasi Koperasi Berbasis Adat
    Menerapkan model koperasi yang mengutamakan gotong royong dan kejujuran, sesuai dengan nilai budaya Minangkabau.
  4. Pendekatan Adat dalam Resolusi Konflik
    Menggunakan pendekatan musyawarah adat untuk menyelesaikan konflik tanah atau sengketa lainnya agar solusi yang dihasilkan dapat diterima semua pihak.

Membangun Harmoni Melalui Sinergi

Ketidakmaksimalan administrasi di Kota Padang berdampak besar pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam menjaga harmoni sosial berdasarkan budaya Minangkabau. Dengan sinergi antara pemerintah, lembaga adat, dan masyarakat, sistem administrasi yang transparan, akuntabel, dan berakar pada kebudayaan lokal dapat diwujudkan. Upaya ini diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menciptakan keharmonisan sesuai filosofi "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah."

Ditulis oleh Bimo Siputra